Kamis, 12 Januari 2012

ISD 5



Anak SMA Itu Sudah Terbiasa dengan Kekerasan

JAKARTA, KOMPAS.com - Dendam lama antarsekolah membawa ZF (16) meringkuk di tahanan Kepolisian Resor Jakarta Pusat, Kamis (3/11/2011). Siswa kelas 1 SMA negeri di Jakarta Pusat ini menjadi tersangka pembacokan yang menyebabkan Intan Pratiwi (16) meninggal dunia.

Sering kali bus saya ditimpuki dan kami diminta turun. Kalau sudah begitu, tawuran deh
-- ZF

Saat kejadian, Rabu, ZF tengah berjalan kaki bersama sepuluh kawan sekolahnya di Jalan Benyamin Sueb, Kemayoran, Jakarta Pusat. Sementara Intan Pratiwi melewati lokasi kejadian dengan dibonceng oleh M Rahman (16).

”Sebenarnya saya kesal dengan pria yang membonceng korban. Sambil lewat, dia mengejek sekolah saya,” ujar ZF yang mengaku tidak mengenal Rahman ataupun Intan Pratiwi.
Lantaran ejekan itu, ZF dan teman-temannya mengejar kedua pelajar SMA tersebut. ZF mengeluarkan celurit yang ada di tasnya. Sekali tebas, benda tajam itu mengenai Rahman dan Intan Pratiwi. Keduanya jatuh tersungkur. Sabetan celurit itu mengenai paha Intan Pratiwi. Nyawa Intan Pratiwi lantas tidak tertolong lagi.

Sementara ZF kabur setelah kejadian itu. Massa di sekitar lokasi lantas mengejar pelaku. Beberapa kawan ZF yang seperjalanan juga menjadi sasaran amuk massa. ZF yang bersembunyi akhirnya tertangkap dan digiring ke Polsek Kemayoran. Tawuran pelajar
ZF mengaku beberapa kali terlibat tawuran antarpelajar. Tawuran antar-SMA biasa terjadi di kawasan pintu air, Jalan Gunung Sahari. Karena itu, dia dan teman-temannya sangat sensitif ketika ada yang mengeluarkan kata-kata seakan menghina SMA-nya.

Tawuran antarpelajar biasa terjadi ketika dia menumpang bus. ”Sering kali bus saya ditimpuki dan kami diminta turun. Kalau sudah begitu, tawuran deh,” kata pria yang bertubuh kurus itu.
Eratnya ikatan antarsiswa sekolah juga membuat ejek- mengejek di dunia maya bisa berlanjut hingga ke benturan fisik di antara siswa dari dua sekolah yang berbeda. Tak heran, ketika ada yang mengejek anak- anak yang tengah berjalan kaki, emosi mereka lantas tersulut.

Dendam semakin dalam ketika ada pelajar yang mengalami luka akibat tawuran. ZF bercerita, ada kawannya yang juga pernah kena bacok atau tersiram air keras.

Kebiasaan yang terbentuk tersebut membuat ZF dan anak-anak yang terbiasa tawuran selalu bersiap dengan senjata. Senjata tajam, seperti celurit, menurut ZF, dibawa bergiliran untuk mengantisipasi bila terjadi tawuran.

ZF mengaku tidak pernah dilarang tawuran. Apalagi, sehari-hari dia tinggal bersama kakek dan neneknya. Untuk kebutuhan hidup sehari-hari, kakek-nenek ZF sering menelepon kerabat untuk meminta bantuan uang. ”Kakek-nenek saya sudah tidak kerja lagi,” ujar ZF.

Sementara ibunya hanya ditemui sesekali di Pasar Senen bila dia membutuhkan uang untuk sekolah. ”Ibu saya kerja jadi pemetik cabai di pasar itu,” kata ZF yang mengaku tidak mengenal ayahnya.

Kepala Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Polres Jakarta Pusat Ajun Komisaris Santike mengakui latar belakang ZF ikut membentuk anak ini menjadi sosok yang mudah melakukan kekerasan, seperti tawuran atau pembacokan.

”Anak ini juga kurang kasih sayang dari orangtua karena dia ikut dengan kakek-neneknya. Dia tidak suka ditanya ibu-bapaknya. Tetapi, kalau ditanya tentang kakek-neneknya, dia bisa menangis,” ujar Santike.

Dia mengatakan, polisi tetap memproses kasus itu sebagai penganiayaan berat. (ART)

***

Kriminalitas Remaja

Para remaja yang seharusnya menjadi acuan besar dalam kemajuan sebuah negara, malah melakukan hal yang buruk. Perilaku ini bukanlah perilaku yang mencerminkan “siswa” yang benar.
Kriminalitas yang dilakukan oleh remaja bukan hanya dikarenak satu faktor saja. Akan tetapi banyak hal. Contohnya, akibat pergaulan bebas, tontonan tentang kekerasan di televisi, ataupun buruknya perhatian dari orang tua akan pertumbuhan anaknya, serta kurangnya sosialisasi sejak dini tentang kekerasan.
Seluruh orang tua seharusnya dapat mengontrol anaknya agar mempunyai etika yang baik dalam bermasyarakat ataupun terhadap sesama pelajar. Dan setidaknya pemerintah juga turun tangan dalam penerapan remaja yang bebas dari tindakan kriminalitas, agar nantinya melahirkan remaja-remaja yang jauh dari tindakan kriminal.

ISD 4


Penggelapan Narkoba Libatkan Oknum LIPI


JAKARTA, KOMPAS.com — Dr ST (50), seorang petinggi yang menjabat Kepala Tim Pemusnahan Barang Bukti Narkoba di Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspiptek) Serpong, Kota Tangerang Selatan, Banten, ditahan polisi karena diduga menggelapkan dan menjual bahan pembuat sabu yang seharusnya dimusnahkan. Penggelapan itu juga melibatkan oknum di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

Direktur Reserse Narkoba Polda Metro Jaya Komisaris Besar Anjan P Putra, Senin (7/6/2010) sore tadi, mengungkapkan kasus itu di kantornya. Dalam kasus itu, Satuan III Kejahatan Terorganisir Direkorat Narkoba Polda Metro Jaya menangkap empat tersangka, dua orang di antaranya pegawai negeri sipil, yaitu ST dan MM (53). Dua lagi, DH (33), pemilik gudang berisi bahan pembuat sabu hasil penggelapan dan karyawannya bernama SM (36). MM diketahui sebagai pegawai Pusat Penelitian Kimia Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

Kasus itu berawal dari keberhasilan polisi menangkap SM di depan pasar kambing Jalan H Sabeni Tanah Abang, Jakarta Pusat, pada 1 April lalu. Dari tangan SM, polisi menyita ephidrin (bahan pembuat sabu) sebanyak 2 kg. Polisi kemudian menggeledah rumah SM yang ternyata menyimpan kafein sebanyak 14 kg. SM mengaku mendapat barang-barang itu dari MM, PNS Puspiptek Serpong.
Hasil pengembangan penyelidikan polisi menunjukkan bahwa ada keterlibatan DH yang menyimpan prekusor senilai Rp 250 juta di gudangnya, di Gunung Putri Bogor. Berdasarkan pengakuan DH dan MM, polisi lalu menangkap ST.

"MM mengaku menjual barang bukti pembuat sabu itu atas suruhan atasannya, ST," kata Anjan. Ia belum mengetahui persis berapa banyak barang bukti yang digelapkan ST, tetapi total barang bukti mencapai 1,9 ton.

Seluruh barang bukti merupakan hasil sitaan dari pabrik sabu dan ekstasi terbesar di Indonesia yang digerebek polisi pada tahun 2005 lalu di Cikande Serang Banten. Tahun 2007, Kejaksaan Negeri Tangerang memutuskan untuk memusnahkan barang bukti tersebut di Puspiptek Serpong. Instansi itu sudah memberi dana pemusnahan sebesar Rp 150 juta. Namun, pemusnahan hanya dilakukan selama sehari.

***

Penggelapan Narkoba

Saat ini, penggelapan narkoba sangat marak sekali terjadi. Saat ini bukan hanya rakyat biasa saja yang menggelapakan barang tersebut. Bahkan seorang petinggi yang merupakan Kepala Tim Pemusnahan Barang Bukti Narkoba di Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspiptek) juga terlibat dalam kasus penggelapan narkoba tersebut seperti yang tertera di Kompas (http://nasional.kompas.com/read/2010/06/07/17255211)

Meskipun pemerintah sudah menerapkan Undang-undang yang berisikan hukuman bagi siapa saja yang menggunakan, menyimpan, atau menyelundupkan narkotika, masih ada saja orang yang melanggar. Mungkin hal tersebut dikarenakan kurang telitinya pemerintah dalam memberantas penggunaan narkotika.

Seharusnya pemerintah lebih memperketat hukum yang menangani penggelapan narkotika agar siapaun yang melanggar jera melakukan hal tersebut demi kebaikan masyarakat.

Pemerintah juga seharusnya memberikan penyuluhan tentang narkotika kepada masyarakat terutama para pelajar agar mereka mengerti akan bahayannya penggunaan narkotika. Sehingga nantinya melahirkan masyarakat dan penerus bangsa yang bebas dari narkoba.